Tuesday, 24 May 2016

MAKALAH ISLAMOLOGI TENTANG ISLAM KEINDONESIAAN





ISLAM KEINDONESIAAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Islamologi”



Dosen pengampu : Dr. Zaim ElMubarok M,Ag


Disusun oleh:
1.      Indi Ika Saputri                       2303413008
2.      AsaroApliainti                         2303413033
3.      Roihatul Jannah                       2303413034
4.      Siti Maemunatul Achadah       2303413035
5.      Akhmad Nuruddin                  2303413036
6.      Arvina Lutviani Alawiyah       2303413038




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ASING
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
Daftar Isi
Halaman Sampul .............................................................................................  1
Daftar Isi .......................................................................................................... 2
Kata Pengantar ................................................................................................  3
Bab I Pendahuluan ........................................................................................... 4
a.       Latar Belakang ..................................................................................... 4
b.      Rumusan Masalah ................................................................................ 4
c.       Tujuan Pembahasan ............................................................................. 5
Bab II Pembahasan .......................................................................................... 6
A.    Pengertian Islam ke Indonesiaan ..........................................................6
B.     Teori Masuknya Islam ke Indonesia ....................................................6
C.     Proses Masuknya Islam ke Nusantara ..................................................6
D.    Islam dan Nusantara .............................................................................7
E.     Islam dalam bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan ...................... 15
F.      Islam dan tradisi di Indonesia ............................................................. 19
Bab III Penutup ...............................................................................................  20
A.    Kesimpulan .......................................................................................... 20
B.     Saran ...................................................................................................  20
Daftar Pustaka
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “Islam Keindonesiaan”
Makalah ini berisikan informasi seputar Pengertian Islam ke Indonesiaan, Teori Masuknya Islam ke Indonesia, Proses Masuknya Islam ke Nusantara, Islam dan Nusantara, Islam dalam bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan, Islam dan tradisi di Indonesia.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.



Semarang,    Mei 2016


Penulis







BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
            Sepeninggalan Nabi Agung Muhammad SAW tepatnya pada 632 M silam, kepemimpinan agama Islam tidak berhenti begitu saja. Kepemimpinan Islam diteruskan oleh para Khalifah dan disebarkan ke seluruh penjuru dunia termasuk Indonesia. Hebatnya baru sampai abad ke-8 Islam telah menyebar hingga ke seluruh Afrika, Timur Tengah, dan benua Eropa.
            Zaman dahulu Indonesia dikenal sebagai daerah terkenal akan hasil rempah-rempahnya, sehingga banyak sekali para pedagang dan saudagar dari seluruh dunia datang ke kepulauan Indonesia untuk berdagang. Hal tersebut juga menarik pedagang asal Arab, Gujarat, dan juga Persia. Sambil berdagang para pedagang muslim sembari berdakwah untuk mengenalkan ajaran Islam kepada para penduduk.

B.  Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1.         Pengertian Islam ke Indonesiaan?
2.         Teori Masuknya Islam ke Indonesia?
3.         Proses Masuknya Islam ke Nusantara?
4.         Islam dan Nusantara?
5.         Islam dalam bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan?
6.         Islam dan tradisi di Indonesia?

C.  Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam makalah ini adalah :
1.      Mengetahui Pengertian Islam ke Indonesiaan
2.      Mengetahui Teori Masuknya Islam ke Indonesia
3.      Mengetahui Proses Masuknya Islam ke Nusantara
4.      Mengetahui Islam dan Nusantara
5.      Mengetahui Islam dalam bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan
6.      Mengetahui islam dan tradisi di Indonesia



BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian islam keindonesiaan
Islam Keindonesiaan merupakan islam yang menjamin rasa kenyamanan dan keamanan melalui prinsip keadilan yang berlaku secara  merata, tanpa pandang bulu.  Tanggung jawab umat Islam Indonesia untuk menciptakan negara yang adil dan berwajah ramah karena jumlah mayoritasnya dan juga karena ajaran Islam memang menghendaki itu.

B.  Teori Masuknya Islam ke Indonesia
            Menurut para sejarawan, pada abad ke-13 Masehi islam sudah masuk ke Nusantara yang dibawa oleh para pedagang muslim. Namun untuk lebih pastinya para ahli masih terdapat perbedaan pendapat dari para sejarawan. Namun setidaknya 3 tiga teori tentang masuknya Islam ke Indonesia.
1.      Teori Gujarat : Teori ini dipelopori oleh ahli sejarah Snouck Hurgronje, menurutnya agama Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedagang Gujarat pada abad ke-13 masehi.
2.      Teori Persia : P.A Husein Hidayat mempelopori teori ini, menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh pedagang Persia (Iran), hal ini berdasarkan kesamaan antara kebudayaan islam di Indonesia dengan Persia.
3.      Teori Mekkah : Teori ini menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dibawa para pedagah Mekkah, teori ini berlandaskan sebuah berita dari China yang menyatakan jika pada abad ke-7 sudah terdapat perkampungan muslim di pantai barat Sumatera.

C.  Proses Masuknya Islam ke Nusantara
            Masuknya islam di Indonesia berlangsung secara damai dan menyesuaikan dengan adat serta istiadat penduduk lokal. Ajaran islam yang tidak mengenal perbedaan kasta membuat ajaran ini sangat diterima penduduk lokal. Proses masuknya islam dilakukan melalui cara berikut ini.
1.      Perdagangan
Letak Indonesia yang sangat strategis di jalur perdagangan di masa itu membuat Indonesia banyak disinggahi para pedagang dunia termasuk pedagang muslim. Banyak dari mereka yang akhirnya tinggal dan membangun perkampungan muslim, tak jarang mereka juga sering mendatangkan para ulama dari negeri asal mereka untuk berdakwah. Hal inilah yang diduga memiliki peran penting dalam penyebaran ajaran Islam di nusantara.
2.      Perkawinan
Penduduk lokal beranggapan bahwa para pedagang muslim ini adalah kalangan yang terpandang, sehingga banyak penguasa pribumi yang menikahkan anak mereka dengan para pedagang muslim. Sebagai sayarat sang gadis harus memeluk islam terlebih dahilu, hal inilah yang diduga memperlancar penyebaran ajaran islam.
3.      Pendidikan
Setelah perkampungan islam terbentuk, mereka mulai mendirikan fasilitas pendidikan berupa pondok pesantren yang dipimpin langsung oleh guru agama dan para ulama. Para lulusan pesantren akan pulang ke kampung halaman dan menyebarkan ajaran islam di daerah masing-masing.
4.      Kesenian
Wayang merupakan warisan budaya yang masih terjagan hingga saat ini, dalam penyebaran ajaran islam wayang memiliki perang yang sangat konkrit. Contohnya sunan kalijaga yang merupakan salah satu tokoh islam menggunakan pementasan wayang untuk berdakwah.

D.  Islam dan Nusantara
            Sebelum kedatangan agama Hindu, Buddha dan Islam datang ke Nusantara, bumi ini sudah didiami oleh penganut berbagai agama dan kepercayaan animisme, dinamisme. Agama Hindu, Budha dan mungkin campuran antara keduanya telah beroperasi di berbagai pulau Nusantara sejak abad ke-5 Masehi. Mula-mula kegiatan Hindu terlihat di Kutai, di Jawa Barat mucul kerajaan Tarumanagara pada permulaan dan pertengahan abad ke-5 M.
            Dalam perjalanan sejarah Nusantara, baik pada era Sriwijaya, Mataram Kuno, Majapahit, atau pada masa modern, kearifan lokal kurang diberi apresiasi, terlebih jika politik kekuasaan yang dikembangkan dengan nafsu sentralistik. Daerah yang letaknya jauh dari pusat, akan dianaktirikan dengan kewajiban membayar upeti pada pusat kekuasaan, hal ini mengakibatkan pemberontakan.
            Secara etimologis, Nusantara berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata: Nusa dan Antara. Nusa berarti pulau, tanah air. Antara berarti jarak, sela, selang ditengah-tengah dua benda. Nusantara adalah pulau-pulau yang terletak antara Benua Asia dan Australia, diapit oleh dua lautan, Hindia dan Pasifik.
            Asal mula pemberian nama Indonesia, secara etimologis Indonesia merujuk kepada bahasa latin Indus yang berarti India dan Nesos dari bahasa Yunani kuno, bermakna pulau. George S.W. Earl, etnolog Inggris, tahun 1850 mengusulkan istilah Indunesians. Kemudian muridnya, James Richardson Logan menggunakan Indonesia sebagai sinonim dengan Indian Archipelago. Kemudian sarjana Jerman dari Universitas Berlin, Adolf Bastian mempopulerkan nama itu dalam buku Indonesien oder die Inseln des Malayichen Archipels. Ki Hajar Dewantara, sarjana Indonesia pertama yang mempergunakan nama itu di ruang publik dengan menobatkannya menjadi biro pers di negeri belanda dengan nama Indonesisch Pers-bureau tahun 1913. Tapi sebagai nama sebuah bangsa baru muncul tahun 1920-an di kalangan PI (Perhimpunan Indonesia) di Belanda. Walaupun tidak semua sepakat dengan pemberian nama itu, namun suara mayoritas dalam PI yang kemudian menetapkannya sebagai nama bangsa yang muda itu. Fakta keras sejarah mengatakan, Indonesia sebagai bangsa yang andaikan ditetapkan sebagai tahun 1922 dengan pendirian Indische Vereniging ke Indonesische Vereniging maka bangsa Indonesia hanya dijajah Belanda selama 20 tahun sampai 1942. Namun jika sumpah pemuda 28 oktober 1928 dijadikan patokan, maka Indonesia dijajah Belanda selama 14 Tahun. Oleh karenanya, yang dijajah selama beratus-ratus tahun itu bukanlah Indonesia, melainkan Nusantara.
            Sebuah fakta sejarah bahwa Nusantara yang amat strategis letaknya ini menjadi lahan yang subur bagi penyebar agama dan kepercayaan dari luar. Ditambah lagi dengan kandungan buminya yang kaya untuk menopang kehidupan manusia, nusantara menjadi target bangsa lain untuk bermacam kepentingan seperti agama, ekonomi, perdagangan, kultur dan selanjutnya penjajahan. Hindu dan Budha patut menjadi perhatian, karena 2 agama ini yang mewarnai Nusantara, selain karena 2 agama ini bercorak Asia. Hal ini terlihat dari kerajaan Majapahit yang Hindu mengalahkan Sriwijaya yang Budha pada abad ke-14.
            Abad-abad berikutnya sampai abad 16, terutama pulau Jawa dan Sumatera masih menjadi pusat-pusat kegiatan Hindu dan Buddha, sementara pengaruh Islam belum merata, sekalipun ada teori yang diungkapkan dalam Seminar sejarah masuknya Islam ke Indonesia, di Medan tahun 1963, mengatakan bahwa Islam telah datang ke Nusantara pada abad ke-1 Hijriah/abad ke-7/8 Miladiah langsung dari Arabia. Jikalau teori ini benar, ternyata Islam memerlukan proses pergumulan sekitar lima abad sampai munculnya kerajaan Muslim pertama di akhir abad ke-13 di Pasai. Ada perbedaan antara Hindu dan Buddha, Hindu bersifat elitis berdasarkan kasta, sedangkan Buddha lebih mirip dengan Islam dalam tatanan sosial, bercorak egalitarian. Dampak yang masih terasa sebagai warisan sejarah dari kedua agama ini adalah peninggalan candi-candi raksasa yang tetap dipelihara sebagai cagar budaya yang sangat berharga, meskipun pengikut Hindu dan Buddha sekarang telah menjadi minoritas kecuali Hindu di Bali.
            Islam sebagai pendatang baru telah menaklukkan Nusantara sehingga dalam perjalanan waktu yang cukup lama, telah menjadi agama yang dipeluk oleh sebagian besar penduduk sampai sekarang. agama Hindu dan Budha sangat berpengaruh di Nusantara selama berabad-abad terutama elitnya, sementara penduduknya masih tetap dalam animisme. Melalui kedatangan Islam, peta sosio-religius Nusantara mengalami perubahan drastis, elite dan rakyatnya menjadi Muslim, setidaknya secara formal demografis. Namun gesekan kemudian terjadi dengan agama Kristen yang punya track record buruk dengan Islam selain karena sama-sama agama misi, dan pernah bertempur sejak abad ke-7 masehi melalui Perang salib.
            Tetapi golongan minoritas: Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan Konfusianisme telah hidup dengan damai berdampingan dengan saudara-saudara mereka yang beragama Islam. Adapun kadang muncul konflik di era modern, penyebab utamanya bukan karena perbedaan agama, melainkan lebih banyak dipicu oleh perbedaan kepentingan politik dan ekonomi, diciptakan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab dan berniat buruk.
            Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha secara berangsur diganti oleh sistem kekuasaan yang bercorak Islam. Penyebab kerajaan Majapahit sebagai bukti terakhir kerajaan yang bercorak Hindu India mengalami keruntuhan antara lain:
  1. Munculnya Malaka sebagai kekuatan baru yang menguasai pusat perekonomian
  2. Majapahit dilanda perang saudara dalam perebutan kekuasaan. Raja Majapahit Rajasanagara wafat 1389, diganti menantu dan kemenakannya Wikramawardhana. Pada 1401 datang perlawanan dari Wirabhumi, Putra Rajasanagara dari selir. Berlanjut sampai tahun 1406 dengan kematian Wirabhumi. Majapahit betahan selama 236 tahun, 1298-1528.
  3. Gangguan Cina dibawah Kaisar Yung Lo yang memaksa kehendaknya untuk menggantikan kuasa Jawa atas seluruh Nusantara dan Semenanjung Malaya. Majapahit telah kehilangan wibawa, moral dan politik ditandai dengan temuan beberapa utusannya mengantarkan upeti ke Cina
            Dengan menghilangnya Majapahit dari panggung kekuasaan, berakhir pulalah secara formal kegiatan Indianisasi dalam sistem kenegaraan di Nusantara, setelah beroperasi sejak permulaan abad ke-5. Lebih dari 1.00 tahun proses itu berlangsung mewarnai nilai-nilai kultural dan politik kepada penduduk Nusantara terlepas ada plus minusnya.
            Islam menawarkan posisi egalitarian bagi semua manusia di depan Tuhan dan di depan sejarah, sebuah doktrin yang tidak dikenal Hindu. Ini merupakan salah satu faktor penyebab Islam muncul sebagai pemenang di Nusantara dalam hal kuantitas. Watak pelaut saudagar Nusantara juga turut andil dalam proses Islamisasi, berdagang sambil berdakwah merupakan gejala umum di nusantara kala itu.
            Dalam Islam orang merasa harga dirinya tidak tersekat-sekat oleh kasta yang melecehkan martabat manusia selama ratusan tahun. Namun dalam perjalanan sejarah, banyak kelompok muslim yang menganggap mereka lebih mulia dari yang lain, faktornya antara lain karena darah atau menyandang atribut buatan lain. Dikalangan bangsawan muncul perasaan sombong, merasa lebih tinggi derajatnya dibanding masyarakat banyak, padahal bisa saja mereka memiliki turunan dari bajak laut yang kebetulan menang perang. Atau raja Jawa sekarang tidak mustahil mengalir darah Ken Arok yang merampok Ken Dedes dari Tunggul Ametung.
            Jika dibandingkan kerajaan Hindu, sistem kekuasaan Muslim jelas lebih longgar sekalipun masih dalam sistem dinastik, sebuah penyimpangan yang dimulai dari pengangkatan Yazid oleh Mu’awiyah pada 680 Masehi. Pada satu sisi persamaan antara sistem politik Hindu dengan sistem yang dijalankan oleh kerajaan Muslim yakni sama-sama bercorak dinastik minus kasta yang kental di Hindu. Semuanya bercorak dinastik dengan kepala negara Raja, Sultan atau sebutan lain dengan gelar yang “menghebohkan”. Sistem politik ini hanyalah perpanjangan dari apa yang telah berlaku di dunia Arab sepeninggal Mu’awiyah bin Abu Sofyan. Prinsip egalitarian dalam arti yang sebenarnya tidak pernah terwujud di kerajaan Muslim Nusantara, dalam proses suksesi kepemimpinan, faktor darah yang menentukan. Akibat penyimpangan ini, teori politik tidak berkembang di dunia Islam selama ratusan tahun. Padahal Islam berangkat dari sistem syura’ seperti yang diajarkan Al-Qur’an.
            Proses Islamisasi yang berkembang dengan sangat cepat ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh dunia perdagangan, namun juga keinginan masyarakat Jawa untuk memiliki Identitas dan Nilai baru. Ditopang pula dengan melemahnya majapahit secara politik, ekonomi dan sosialnya tinggal mengikuti saja. Selain itu pasokan senjata dari Turki Usmani yang menyuplai kerajaan Aceh dalam memenangkan banyak pertempuran pada abad ke-16. Ditambah lagi dengan kualitas keimanan umat Islam yang merasa Tuhan senantiasa berpihak padanya, sekalipun minoritas, hal ini menumbuhkan rasa solidaritas dan kepercayaan diri umat Islam.
            Pendapat Ricklefs yang dikutip Maarif mengatakan Islam disebarkan di Indonesia tidak hanya melalui persuasi dan tekanan komersial, namun juga melalui pedang. Merupakan perwujudan bahwa agama sering tidak mampu untuk mengawal perilaku ekspansi politik kekuasaan, oleh karenanya orang harus hati-hati dalam membedakan antara ekspansi politik kekuasaan dan pengembangan agama.
Islamisasi dipacu juga dengan kedatangan Barat dan kegiatan Kristenisasi di Nusantara. Datangnya bangsa Eropa ke bumi Nusantara yang mengusung misi Gold, Glory, Gospel menyebabkan sejumlah besar bangsawan Indonesia menjadi pemeluk Islam sebagai langkah politik untuk menghadapi penetrasi Kristen. Alm. Mochtar Lubis, mengatakan, “Agama Kristen disamakan dengan pemerintah kolonial seperti Belanda. Baik Katolik maupun Protestan, Gereja di Indonesia dibantu secara finansial oleh organisasi induk mereka di luar negeri”.
            Itulah sebabnya sekira penjajahan Barat tidak datang ke Nusantara, belum tentu penduduk mayoritas Negara ini adalah Muslim. Para bangsawan yang secara kultural masih kental dengan Hindu melihat Islam sebagai kekuatan pembebas. Dengan masuknya mereka ke dalam barisan Islam yang dipelopori oleh para Kyai, guru agama dan Da’i, kelas bangsawan ini sementara aman posisinya sampai mereka dan pemimpin agama dikalahkan oleh Barat.
            Sama halnya dengan jasa Belanda yang menempatkan Nusantara di bawah satu payung administrasi kolonial secara paksa, proses ini juga merupakan bentuk “jasa” secara tak langsung. Walaupun penyatuan administrasi itu guna mempermudah mereka dalam menguras harta kekayaan tanah jajahan. Jikalau Belanda tidak datang ke bumi Nusantara dan berhasil menaklukkan Kerajaan-kerajaan di Nusantara, apakah akan ada Negara Indonesia ini?
            Sekalipun Islam telah muncul sebagai “pemenang” dalam pergumulan dengan agama-agama yang datang sebelumnya, secara kultural, apa yang sudah dicapai Islam lebih banyak pada dataran formal dan kuantitatif. Pada sisi kualitatif, sisa-sisa peninggalan lama pada sebagian orang di Nusantara justru masih dipelihara. Apalagi Islam sebagai agama datang ke sini pada umumnya tidak melalui kekuatan pedang dan pemaksaan, mengikuti pola pendahulunya Hindu dan Buddha, melalui “perembesan damai”, sehingga sistem kepercayaan lama sebagian baru hilang di permukaan. Tetapi pada saat ekspansi kekuasaan, jalan kekerasan tidak mustahil telah dilakukan. Orang tidak boleh menutup mata jika kekerasan itu memang terjadi. Di bawah permukaan, format sinkritisme yang berlapis-lapis justru masih bertahan, terutama berupa animisme dan dinamisme, kepercayaan asli yang sudah berakar jauh sebelum kedatangan pengaruh India ke Nusantara. Itulah sebabnya gerakan Islam puritan yang dimulai abad ke-19 di Sumatera Barat menemui banyak kesulitan kultural dalam menghadapi lapisan nilai-nilai lama yang telah bertapak kukuh sebelumnya.
Puritanisme agresif yang tampak pada gerakan Paderi di Sumatera Barat telah semakin ditinggalkan, diganti dengan pendekatan-pendekatan kultural yang lebih mencerahkan dan persuasif. Muhammadiyah lahir pada awal dasawarsa kedua abad ke-20 di Yogyakarta, pusat kebudayaan Jawa, dan kemudian berkembang dengan sangat cepat di Ranah Minang. Disamping mengusung bendera puritanisme moderat, kegiatan konkretnya di lapangan pendidikan dan kesehatan telah mengukuhkan dirinya sebagai gerakan Islam yang berorientasi amal yang terkemuka di bumi. Setidak-tidaknya, pada tataran jumlah, hampir tidak ada gerakan Islam yang bisa menandinginya.
            Gerakan Islam tradisi dalam NU (Nahdlatul Ulama), lahir tahun 1926, yang semula ingin membendung pengaruh puritanisme dan lebih mengutamakan tradisi dan nilai-nilai lama, dalam perkembangan belakangan bahkan semakin dekat dengan Muhammadiyah, telah membuka diri secara lebar terhadap pemikiran-pemikiran baru Islam. Belakangan Muhammadiyah dan NU yang mewakili arus besar Islam di Indonesia telah bahu-membahu dalam mengibarkan panji-panji Islam terbuka, modern, dan moderat, sebuah modal sosial yang sangat strategis bagi kelangsungan Indonesia sebagai bangsa yang plural pada masa-masa yang akan datang. Sudah menjadi semacam aksioma, selama NU dan Muhammmadiyah bergandengan tangan, bangsa ini tetap merasa aman daari ancaman radikalisme ekstrem. Selain itu kiprah Muhammadiyah dan NU dalam ranah pendidikan patut diapresiasi, karena Belanda dalam menyebarkan radius pengaruh mereka melalui Pendidikan dan pelayanan sosial kesehatan. Namun berkat adanya lembaga pendidikan dan kesehatan yang dimiliki Muhammadiyah, serta kekuatan kultural yang berasal dari pesantren NU, pengaruh Belanda setidaknya dapat dicounter.
            Sejarah yang baik selalu menuntut kejujuran penulisnya, sesuatu yang tidak mudah karena manusia itu bersifat nisbi dan sarat dengan kepentingan. Yang selalu diminta adalah agar orang jangan menulis sejarah tanpa fakta, betapapun fakta itu dapat merugikan dirinya atau golongan manusia yang dikaguminya.
Pada awalnya, tokoh-tokoh penyebar Islam di Indonesia adalah para pedagang. Selain membawa dan menawarkan dagangan, mereka juga memperkenalkan dan menyiarkan Islam kepada para penduduk.
1.      Sumatra
a)      Syeikh Ismail, Seorang ulama Makkah yang tinggal di Pasai. Beliau berhasil mengislamkan Meurah Silu yang berganti nama Malikus Shalih (raja Samudra Pasai  pertama).  
b)      Syeikh Abdullah Al Yamani, ulama Makkah, berhasil mengislamkan penguasa Kedah yang berganti nama Sultan Muzahffar Syah.
c)      Said Mahmud Al Hadramut, berhasil mengislamkan Raja Guru Marsakot dan rakyatnya yang berada di wilayah Barus (Sumatra Utara)
d)     Syeikh Burhanudin Ulakan, Ulama Minangkabau penganut tarekat Syatariyah
e)      Sayyid Usman Syahabudin, Ulama Riau yang menyiarkan Islam di kerajaan Siak.
2.      Jawa
 Penyebar Islam di Jawa dikenal dengan sebutan wali songo, yaitu :
a)      Maulana Malik Ibrahim  
b)      Sunan Ampel (Raden Rahmat)
c)      Sunan Giri (Raden Paku)
d)     Sunan Kudus (Ja‘far Shadiq)
e)      Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim)
f)       Sunan Drajat (Syarifudin Hasyim)
g)      Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah
h)      Sunan Kalijaga (Raden Mas Sahid)
i)        Sunan Muria (Raden Prawoto)
3.      Madura
Madura baru terislamkan pada abad ke-15 M. adapun tokokh yang berjasa adalah
a)      sunan Padusan, (Raden Bendoro Diwiryopodho/Usman Haji) di daerah Sumenep,
b)      Buyut Syeikh dan empu Bageno yang berdakwah di Sampang.
4. Kalimantan : Tuan Tunggang dan Datuk ri Bandang
5. Sulawesi :
a)      Maulana Husain (ternate),  
b)      Syeikh Mansur (Tidore),
c)      Katib Sulung, Datuk ri Patimang, (Goa),
d)     Sayyid Zeun al Alydrus
e)      Syarif Ali (Bugis).
6. Nusa Tenggara :
a)      Sunan Prapen,  
b)      Habib Husain bin umar dan Habib Abdullah Abbas (Lombok),
c)      Syarif Abdurrahman Al Gadri (Sumba),
d)     Syeikh Abdurrahman (Sumbawa dan Timor),
e)      Pangeran Suryo Mataram (Kupang).

E.  Islam dalam bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan
            Antara ketiganya harus berjalan bersama, seiring, saling mengisi untuk membangun taman sari yang khas Indonesia. Taman yang menampakkan wujud “kemanusiaan yang adil dan beradab”. Sebagai golongan mayoritas, gerakan yang bercorak Islam harus menyamakan langkah dengan realitas sosiologis dan historis, demi keamanan, kedamaian, dan kejayaan agama, tentunya dengan menempuh cara yang mulia dan beradab.
            Perkembangan gerakan radikal, kiri atau kanan, hasilnya adalah: pertama, sebuah gerakan tidak akan pernah membesar dan energinya akan terkuras untuk hal yang sia-sia, sekalipun dilakukan atas nama Tuhan. Kedua, gerakan hanya lahir untuk gagal, bertahan untuk “seumur jagung”, lalu hilang dengan meninggalkan trauma dan korban sejarah. PKI, DI/TII di Jawa, Sumatera dan Sulawesi menjadi contohnya.
            Daulat Tuanku hampir selalu mengalahkan Daulat rakyat yang merupakan pengkhianatan dari demokrasi yang sehat. Demokrasi mengamanahkan para pemain yang jujur, bertanggung jawab, lapang dada, dan memiliki integritas. Demi tegaknya sebuah sistem politik yang berpihak sepenuhnya pada kepentingan dan kesejahteraan umum.
            Di sisi masyarakat, timbul budaya kekerasan yang dipertontonkan segolongan orang mengatasnamakan Islam. Hal ini berimbas pada stigma negatif yang diterima Islam, tidak lagi terlihat sebagai sumber rahmat, namun dipaksa oleh mereka menjadi sumber malapetaka, sumber kekerasan, akibat tafsiran yang salah dan ahistoris. Yang dilakukan mereka merupakan tindakan yang gagap terhadap realita kontemporer, adalah benar bahwa perbuatan yang mungkar harus dilawan, namun harus didahului oleh perbuatan yang ma’ruf. Seharusnya kita mampu menyediakan alternatif yang lebih baik jika sistem yang kita nilai sudah rusak. Hal ini hanya bisa dilakukan oleh yang orang yang memiliki fikiran yang tulus sabar dan cerdas. Bukan pekerjaan hura-hura dan demonstrasi dengan pekik “Allahu Akbar”, tetapi harus dilakukan melalui kerja yang serius dan terarah.
            Semua gerakan Islam di Indonesia harus selalu mengingat dan memperhitungkan hati-hati agar tidak terjadi lagi di masa depan benturan yang berbau agama, etnis dan kultural. Indonesia sebagai negara besar yang belum berusia satu abad, memiliki pengalaman manis dan pahit yang dilalui, harus pandai mengambil pelajaran untuk memetik kearifan dari masa lalu. Karena kita telah memilih demokrasi sebagai sistem politik yang diperjuangkan dan dipertahankan sejak awal pergerakan nasional, kita harus membelanya dengan total, sekalipun amat melelahkan. Namun harus diingat, demokrasi di tangan orang yang salah dapat menjadi sumber malapetaka dan kesengsaraan.
            Berbicara mengenai islam, keindonesiaan dan kemanusiaan berarti kita masuk ke dalam ranah yang luas. Peta masa depan Indonesia yang hendak dibangun dan diciptakan harus menjamin rasa kenyamanan dan keamanan melalui prinsip keadilan yang berlaku secara  merata, tanpa pandang bulu.  Tanggung jawab umat Islam Indonesia untuk menciptakan negara yang adil dan berwajah ramah karena jumlah mayoritasnya dan juga karena ajaran Islam memang menghendaki itu. Namun tanggung jawab itu akan sia-sia jika kualitas umat Islam masih dibawah standar dan kurang terdidik.
            Menurut Maarif, manusia tidak beriman harus dilindungi oleh negara selama mereka patuh kepada konstitusi dan hukum positif yang  berlaku di Indonesia. Ketentuan itu juga hendaknya berlaku juga bagi mereka yang beriman.
            Al-Qur’an harus dipahami secara holistik, diikuti benang merah ajarannya, sehingga di depan mata kita terlihat jelas pandangan dunia yang indah, damai dan asri yang diliputi keadilan yang penuh rahmat untuk semua makhluk. Manakala umat Islam mampu menampilkan yang seperti itu, menampilkan rona kehidupan yang hidup dalam nilai-nilai kemanusiaan maka itulah hakikat dakwah yang sejati.
            Maka demi upaya membumikan keindonesiaan dan kemanusiaan kita, piagam jakarta tidak perlu lagi dilihat dari perspektif legal formal, namun diambil ruhnya berupa tegaknya keadilan yang merata bagi seluruh penghuni nusantara. Pancasila harus membuka pintu selebar-lebarnya untuk menerima sumber moral dari agama yang berkembang di Indonesia dan Islam sebagai agama mayoritas dan ajarannya bersifat holistik, harus berperan besar. Kelima sila dalam pancasila tidaklah perlu dipersoalkan dalam Teologi Islam jika dipahami secara arif dan bijak.
            Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa akan menjadi hampa jika keadilan dan kemakmuran untuk semua tidak menjadi realitas di Tanah Air kita. Pengalaman masa lampau ketika Islam dibenturkan dengan politik kekuasaan jangan sampai terulang lagi, sebab akan menghasilkan hal yang sia-sia. Islam yang harus ditawarkan adalah sebuah Islam yang bersedia bergandengan tangan dengan nilai-nilai keindonesiaan dan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
            Cara beragama yang benar harus terlihat secara konkret dalam perilaku penganutnya yang jujur, ikhlas, dan lapang dada. Segala perbedaan yang terlihat dalam sistem teologis masing-masing agama jangan digunakan untuk merenggangkan kualitas persaudaraan lintas umat, namun harus jadi sumber untuk memperkaya pengalaman keagamaan bangsa ini.
            Tawaran konkret dari karya ini adalah agar semua pihak bersedia saling menyapa dengan bahasa yang tulus, toleran dan membangun. Indonesia yang berdaulat, punya harga diri, adil dan makmur, bukan Indonesia yang kumuh, serta dijadikan bahan permainan kekuatan asing yang mengeksploitasi kekayaan alam tanpa tetesan yang berarti yang ditinggalkan di negeri ini.
Berikut adalah daftar ormas (Islam) di Indonesia, disusun berdasarkan abjad.
F.   Islam dan Tradisi di Indonesia
Tradisi-tradisi islam nusantara sangat banyak sekali macam dan bentuknya, disini pemakalah membagi menjadi dua bagian  yaitu:
1.      Seni dan Budaya Nusantara bernafaskan islam yakni seperti: Musik Gambus dan Rebana, Sholawat Nabi , Japin Bujang Marindu dan Japin Hadrah, Santriswaran, Tari Zapin, Tari seudati, Suluk, Gembyung, Seni Arsitektur Keraton dan Kasultanan, Makam atau Nisan, Bentuk Arsitek bangunan Masjid, Surau, Langgar khas Indonesia, Wayang, Gamelan Sekaten.
2.      Tradisi Upacara Adat yang Bernafaskan Islam yakni seperti: Penanggalan hijriyah, Sekaten, Selikuran, Suranan, Muludan, Grebeg , Megengan, Syawalan, Akekah.
Seni budaya dan tradisi di nusantara diatas masih dipakai sampai pada saat sekarang ini.  Seperti didaerah-daerah pedesaan, namun semuanya ini sudah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada abad ke-13 Masehi islam sudah masuk ke Nusantara yang dibawa oleh para pedagang muslim, kemudian disebarkan oleh para kyai, dan da’i. Tokoh penyebar islam yang terkenal di daerah jawa adalah walisongo.
Para walisongo menyebarkan islam dengan cara damai, agar para masyarakat dapat menerima dengan lapang dada, dan meninggalkan agama yang dulu dianut oleh mereka.
Islam Keindonesiaan merupakan islam yang menjamin rasa kenyamanan dan keamanan melalui prinsip keadilan yang berlaku secara  merata, tanpa pandang bulu.  Tanggung jawab umat Islam Indonesia untuk menciptakan negara yang adil dan berwajah ramah karena jumlah mayoritasnya dan juga karena ajaran Islam memang menghendaki itu.

B.     Saran
Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan pada makalah ini. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA

http://iqbal-amaterasu.blogspot.com/2013/02/sejarah-tradisi-islam-di-nusantara.html
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20111128014517AAi59n3
http://semogabermanfaat8.blogspot.com/2013/11/seni-budaya-dan-tradisi-islam-di_18.html
https://rohissmpn14depok.wordpress.com/kbm-pai/tradisi-islam-di-nusantara/


No comments:

Post a Comment