ISLAM
KEINDONESIAAN
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Islamologi”
Dosen
pengampu : Dr. Zaim ElMubarok M,Ag
Disusun
oleh:
1.
Indi Ika Saputri 2303413008
2.
AsaroApliainti 2303413033
3.
Roihatul Jannah 2303413034
4.
Siti Maemunatul Achadah 2303413035
5.
Akhmad Nuruddin 2303413036
6.
Arvina Lutviani Alawiyah 2303413038
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JURUSAN
BAHASA DAN SASTRA ASING
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2016
Daftar Isi
Halaman
Sampul ............................................................................................. 1
Daftar
Isi
..........................................................................................................
2
Kata Pengantar
................................................................................................ 3
Bab
I Pendahuluan ...........................................................................................
4
a.
Latar Belakang
.....................................................................................
4
b.
Rumusan Masalah
................................................................................
4
c.
Tujuan Pembahasan
............................................................................. 5
Bab II
Pembahasan ..........................................................................................
6
A. Pengertian Islam
ke Indonesiaan ..........................................................6
B. Teori Masuknya Islam ke
Indonesia ....................................................6
C. Proses Masuknya Islam
ke Nusantara ..................................................6
D. Islam dan Nusantara .............................................................................7
E.
Islam dalam bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan ...................... 15
F. Islam dan tradisi di
Indonesia .............................................................
19
Bab
III Penutup
...............................................................................................
20
A.
Kesimpulan
..........................................................................................
20
B.
Saran
................................................................................................... 20
Daftar Pustaka
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil
menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul
“Islam Keindonesiaan”
Makalah ini berisikan informasi seputar
Pengertian Islam ke Indonesiaan, Teori Masuknya Islam ke Indonesia, Proses Masuknya Islam ke Nusantara, Islam dan Nusantara, Islam dalam bingkai Keindonesiaan dan
Kemanusiaan, Islam dan tradisi di
Indonesia.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.
Semarang, Mei 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Sepeninggalan Nabi Agung Muhammad SAW tepatnya pada 632 M silam,
kepemimpinan agama Islam tidak berhenti begitu saja. Kepemimpinan Islam
diteruskan oleh para Khalifah dan disebarkan ke seluruh penjuru dunia termasuk
Indonesia. Hebatnya baru sampai abad ke-8 Islam telah menyebar hingga ke
seluruh Afrika, Timur Tengah, dan benua Eropa.
Zaman dahulu Indonesia
dikenal sebagai daerah terkenal akan hasil rempah-rempahnya, sehingga banyak
sekali para pedagang dan saudagar dari seluruh dunia datang ke kepulauan
Indonesia untuk berdagang. Hal tersebut juga menarik pedagang asal Arab,
Gujarat, dan juga Persia. Sambil berdagang para pedagang muslim sembari
berdakwah untuk mengenalkan ajaran Islam kepada para penduduk.
B. Rumusan
Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai
berikut:
1.
Pengertian Islam ke Indonesiaan?
2.
Teori Masuknya Islam ke Indonesia?
3.
Proses Masuknya Islam ke Nusantara?
4.
Islam dan Nusantara?
5.
Islam dalam bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan?
6.
Islam dan tradisi di Indonesia?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan
pembahasan dalam makalah ini adalah :
1. Mengetahui Pengertian Islam ke Indonesiaan
2. Mengetahui Teori
Masuknya Islam ke Indonesia
3. Mengetahui Proses Masuknya Islam
ke Nusantara
4. Mengetahui Islam dan Nusantara
5. Mengetahui Islam dalam bingkai Keindonesiaan dan
Kemanusiaan
6. Mengetahui islam dan tradisi di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
islam keindonesiaan
Islam Keindonesiaan merupakan islam yang menjamin rasa kenyamanan dan keamanan melalui prinsip keadilan yang berlaku
secara merata, tanpa pandang bulu. Tanggung jawab umat Islam
Indonesia untuk menciptakan negara yang adil dan berwajah ramah karena jumlah
mayoritasnya dan juga karena ajaran Islam memang menghendaki itu.
B. Teori Masuknya Islam ke
Indonesia
Menurut para sejarawan, pada abad ke-13 Masehi islam sudah masuk ke Nusantara
yang dibawa oleh para pedagang muslim. Namun untuk lebih pastinya para ahli
masih terdapat perbedaan pendapat dari para sejarawan. Namun setidaknya 3 tiga
teori tentang masuknya Islam ke Indonesia.
1. Teori Gujarat : Teori
ini dipelopori oleh ahli sejarah Snouck Hurgronje, menurutnya agama Islam masuk
ke Indonesia dibawa oleh para pedagang Gujarat pada abad ke-13 masehi.
2. Teori Persia : P.A
Husein Hidayat mempelopori teori ini, menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh
pedagang Persia (Iran), hal ini berdasarkan kesamaan antara kebudayaan islam di
Indonesia dengan Persia.
3. Teori Mekkah : Teori
ini menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dibawa para pedagah
Mekkah, teori ini berlandaskan sebuah berita dari China yang menyatakan jika
pada abad ke-7 sudah terdapat perkampungan muslim di pantai barat Sumatera.
C. Proses Masuknya Islam
ke Nusantara
Masuknya islam di Indonesia berlangsung secara damai dan menyesuaikan
dengan adat serta istiadat penduduk lokal. Ajaran islam yang tidak mengenal
perbedaan kasta membuat ajaran ini sangat diterima penduduk lokal. Proses
masuknya islam dilakukan melalui cara berikut ini.
1.
Perdagangan
Letak Indonesia yang sangat strategis di jalur perdagangan di masa itu
membuat Indonesia banyak disinggahi para pedagang dunia termasuk pedagang
muslim. Banyak dari mereka yang akhirnya tinggal dan membangun perkampungan
muslim, tak jarang mereka juga sering mendatangkan para ulama dari negeri asal
mereka untuk berdakwah. Hal inilah yang diduga memiliki peran penting dalam
penyebaran ajaran Islam di nusantara.
2. Perkawinan
Penduduk lokal beranggapan bahwa para pedagang muslim ini adalah kalangan
yang terpandang, sehingga banyak penguasa pribumi yang menikahkan anak mereka
dengan para pedagang muslim. Sebagai sayarat sang gadis harus memeluk islam
terlebih dahilu, hal inilah yang diduga memperlancar penyebaran ajaran islam.
3. Pendidikan
Setelah perkampungan islam terbentuk, mereka mulai mendirikan fasilitas
pendidikan berupa pondok pesantren yang dipimpin langsung oleh guru agama dan
para ulama. Para lulusan pesantren akan pulang ke kampung halaman dan
menyebarkan ajaran islam di daerah masing-masing.
4. Kesenian
Wayang merupakan warisan budaya yang masih terjagan hingga saat ini, dalam
penyebaran ajaran islam wayang memiliki perang yang sangat konkrit. Contohnya
sunan kalijaga yang merupakan salah satu tokoh islam menggunakan pementasan
wayang untuk berdakwah.
D. Islam dan Nusantara
Sebelum kedatangan agama Hindu, Buddha dan Islam datang ke Nusantara, bumi
ini sudah didiami oleh penganut berbagai agama dan kepercayaan animisme, dinamisme.
Agama Hindu, Budha dan mungkin campuran antara keduanya telah beroperasi di
berbagai pulau Nusantara sejak abad ke-5 Masehi. Mula-mula kegiatan Hindu
terlihat di Kutai, di Jawa Barat mucul kerajaan Tarumanagara pada permulaan dan
pertengahan abad ke-5 M.
Dalam perjalanan sejarah Nusantara, baik pada era Sriwijaya, Mataram Kuno,
Majapahit, atau pada masa modern, kearifan lokal kurang diberi apresiasi,
terlebih jika politik kekuasaan yang dikembangkan dengan nafsu sentralistik.
Daerah yang letaknya jauh dari pusat, akan dianaktirikan dengan kewajiban
membayar upeti pada pusat kekuasaan, hal ini mengakibatkan pemberontakan.
Secara etimologis, Nusantara berasal dari bahasa Sansekerta
yang terdiri dari dua kata: Nusa dan Antara. Nusa berarti
pulau, tanah air. Antara berarti jarak, sela, selang ditengah-tengah dua
benda. Nusantara adalah pulau-pulau yang terletak antara Benua Asia dan
Australia, diapit oleh dua lautan, Hindia dan Pasifik.
Asal mula pemberian nama Indonesia, secara etimologis Indonesia merujuk
kepada bahasa latin Indus yang berarti India dan Nesos dari
bahasa Yunani kuno, bermakna pulau. George S.W. Earl, etnolog Inggris, tahun
1850 mengusulkan istilah Indunesians. Kemudian muridnya, James
Richardson Logan menggunakan Indonesia sebagai sinonim dengan Indian
Archipelago. Kemudian sarjana Jerman dari Universitas Berlin, Adolf Bastian
mempopulerkan nama itu dalam buku Indonesien oder die Inseln des
Malayichen Archipels. Ki Hajar Dewantara, sarjana Indonesia pertama yang
mempergunakan nama itu di ruang publik dengan menobatkannya menjadi biro pers
di negeri belanda dengan nama Indonesisch Pers-bureau tahun
1913. Tapi sebagai nama sebuah bangsa baru muncul tahun 1920-an di kalangan PI
(Perhimpunan Indonesia) di Belanda. Walaupun tidak semua sepakat dengan
pemberian nama itu, namun suara mayoritas dalam PI yang kemudian menetapkannya
sebagai nama bangsa yang muda itu. Fakta keras sejarah mengatakan, Indonesia
sebagai bangsa yang andaikan ditetapkan sebagai tahun 1922 dengan pendirian Indische
Vereniging ke Indonesische Vereniging maka bangsa
Indonesia hanya dijajah Belanda selama 20 tahun sampai 1942. Namun jika sumpah
pemuda 28 oktober 1928 dijadikan patokan, maka Indonesia dijajah Belanda selama
14 Tahun. Oleh karenanya, yang dijajah selama beratus-ratus tahun itu bukanlah
Indonesia, melainkan Nusantara.
Sebuah fakta sejarah bahwa Nusantara yang amat strategis letaknya ini
menjadi lahan yang subur bagi penyebar agama dan kepercayaan dari luar.
Ditambah lagi dengan kandungan buminya yang kaya untuk menopang kehidupan
manusia, nusantara menjadi target bangsa lain untuk bermacam kepentingan
seperti agama, ekonomi, perdagangan, kultur dan selanjutnya penjajahan. Hindu
dan Budha patut menjadi perhatian, karena 2 agama ini yang mewarnai Nusantara,
selain karena 2 agama ini bercorak Asia. Hal ini terlihat dari kerajaan
Majapahit yang Hindu mengalahkan Sriwijaya yang Budha pada abad ke-14.
Abad-abad berikutnya sampai abad 16, terutama pulau Jawa dan Sumatera masih
menjadi pusat-pusat kegiatan Hindu dan Buddha, sementara pengaruh Islam belum
merata, sekalipun ada teori yang diungkapkan dalam Seminar sejarah masuknya
Islam ke Indonesia, di Medan tahun 1963, mengatakan bahwa Islam telah datang ke
Nusantara pada abad ke-1 Hijriah/abad ke-7/8 Miladiah langsung dari Arabia.
Jikalau teori ini benar, ternyata Islam memerlukan proses pergumulan sekitar
lima abad sampai munculnya kerajaan Muslim pertama di akhir abad ke-13 di Pasai.
Ada perbedaan antara Hindu dan Buddha, Hindu bersifat elitis berdasarkan kasta,
sedangkan Buddha lebih mirip dengan Islam dalam tatanan sosial, bercorak
egalitarian. Dampak yang masih terasa sebagai warisan sejarah dari kedua agama
ini adalah peninggalan candi-candi raksasa yang tetap dipelihara sebagai cagar
budaya yang sangat berharga, meskipun pengikut Hindu dan Buddha sekarang telah
menjadi minoritas kecuali Hindu di Bali.
Islam sebagai pendatang baru telah menaklukkan Nusantara
sehingga dalam perjalanan waktu yang cukup lama, telah menjadi agama yang
dipeluk oleh sebagian besar penduduk sampai sekarang. agama Hindu dan Budha
sangat berpengaruh di Nusantara selama berabad-abad terutama elitnya, sementara
penduduknya masih tetap dalam animisme. Melalui kedatangan Islam, peta
sosio-religius Nusantara mengalami perubahan drastis, elite dan rakyatnya
menjadi Muslim, setidaknya secara formal demografis. Namun gesekan kemudian
terjadi dengan agama Kristen yang punya track record buruk dengan Islam
selain karena sama-sama agama misi, dan pernah bertempur sejak abad ke-7 masehi
melalui Perang salib.
Tetapi golongan minoritas: Kristen, Katholik, Hindu, Buddha, dan
Konfusianisme telah hidup dengan damai berdampingan dengan saudara-saudara
mereka yang beragama Islam. Adapun kadang muncul konflik di era modern,
penyebab utamanya bukan karena perbedaan agama, melainkan lebih banyak dipicu
oleh perbedaan kepentingan politik dan ekonomi, diciptakan oleh mereka yang
tidak bertanggung jawab dan berniat buruk.
Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Budha secara
berangsur diganti oleh sistem kekuasaan yang bercorak Islam. Penyebab kerajaan
Majapahit sebagai bukti terakhir kerajaan yang bercorak Hindu India mengalami
keruntuhan antara lain:
- Munculnya
Malaka sebagai kekuatan baru yang menguasai pusat perekonomian
- Majapahit
dilanda perang saudara dalam perebutan kekuasaan. Raja Majapahit
Rajasanagara wafat 1389, diganti menantu dan kemenakannya Wikramawardhana.
Pada 1401 datang perlawanan dari Wirabhumi, Putra Rajasanagara dari selir.
Berlanjut sampai tahun 1406 dengan kematian Wirabhumi. Majapahit betahan
selama 236 tahun, 1298-1528.
- Gangguan
Cina dibawah Kaisar Yung Lo yang memaksa kehendaknya untuk menggantikan
kuasa Jawa atas seluruh Nusantara dan Semenanjung Malaya. Majapahit telah
kehilangan wibawa, moral dan politik ditandai dengan temuan beberapa
utusannya mengantarkan upeti ke Cina
Dengan menghilangnya Majapahit dari panggung kekuasaan, berakhir pulalah
secara formal kegiatan Indianisasi dalam sistem kenegaraan di Nusantara,
setelah beroperasi sejak permulaan abad ke-5. Lebih dari 1.00 tahun proses itu
berlangsung mewarnai nilai-nilai kultural dan politik kepada penduduk Nusantara
terlepas ada plus minusnya.
Islam menawarkan posisi egalitarian bagi semua manusia di depan Tuhan dan
di depan sejarah, sebuah doktrin yang tidak dikenal Hindu. Ini merupakan salah
satu faktor penyebab Islam muncul sebagai pemenang di Nusantara dalam hal kuantitas.
Watak pelaut saudagar Nusantara juga turut andil dalam proses Islamisasi,
berdagang sambil berdakwah merupakan gejala umum di nusantara kala itu.
Dalam Islam orang
merasa harga dirinya tidak tersekat-sekat oleh kasta yang melecehkan martabat
manusia selama ratusan tahun. Namun dalam perjalanan sejarah, banyak kelompok
muslim yang menganggap mereka lebih mulia dari yang lain, faktornya antara lain
karena darah atau menyandang atribut buatan lain. Dikalangan bangsawan muncul
perasaan sombong, merasa lebih tinggi derajatnya dibanding masyarakat banyak,
padahal bisa saja mereka memiliki turunan dari bajak laut yang kebetulan menang
perang. Atau raja Jawa sekarang tidak mustahil mengalir darah Ken Arok yang
merampok Ken Dedes dari Tunggul Ametung.
Jika dibandingkan kerajaan Hindu, sistem kekuasaan Muslim jelas lebih
longgar sekalipun masih dalam sistem dinastik, sebuah penyimpangan yang dimulai
dari pengangkatan Yazid oleh Mu’awiyah pada 680 Masehi. Pada satu sisi
persamaan antara sistem politik Hindu dengan sistem yang dijalankan oleh
kerajaan Muslim yakni sama-sama bercorak dinastik minus kasta yang kental di
Hindu. Semuanya bercorak dinastik dengan kepala negara Raja, Sultan atau
sebutan lain dengan gelar yang “menghebohkan”. Sistem politik ini hanyalah
perpanjangan dari apa yang telah berlaku di dunia Arab sepeninggal Mu’awiyah
bin Abu Sofyan. Prinsip egalitarian dalam arti yang sebenarnya tidak pernah
terwujud di kerajaan Muslim Nusantara, dalam proses suksesi kepemimpinan,
faktor darah yang menentukan. Akibat penyimpangan ini, teori politik tidak
berkembang di dunia Islam selama ratusan tahun. Padahal Islam berangkat dari
sistem syura’ seperti yang diajarkan Al-Qur’an.
Proses Islamisasi yang berkembang dengan sangat cepat ternyata tidak hanya
dipengaruhi oleh dunia perdagangan, namun juga keinginan masyarakat Jawa untuk
memiliki Identitas dan Nilai baru. Ditopang pula dengan melemahnya majapahit
secara politik, ekonomi dan sosialnya tinggal mengikuti saja. Selain itu
pasokan senjata dari Turki Usmani yang menyuplai kerajaan Aceh dalam
memenangkan banyak pertempuran pada abad ke-16. Ditambah lagi dengan kualitas
keimanan umat Islam yang merasa Tuhan senantiasa berpihak padanya, sekalipun
minoritas, hal ini menumbuhkan rasa solidaritas dan kepercayaan diri umat
Islam.
Pendapat Ricklefs yang dikutip Maarif mengatakan Islam disebarkan di
Indonesia tidak hanya melalui persuasi dan tekanan komersial, namun juga
melalui pedang. Merupakan perwujudan bahwa agama sering tidak mampu untuk
mengawal perilaku ekspansi politik kekuasaan, oleh karenanya orang harus
hati-hati dalam membedakan antara ekspansi politik kekuasaan dan pengembangan
agama.
Islamisasi dipacu juga
dengan kedatangan Barat dan kegiatan Kristenisasi di Nusantara. Datangnya
bangsa Eropa ke bumi Nusantara yang mengusung misi Gold, Glory, Gospel menyebabkan
sejumlah besar bangsawan Indonesia menjadi pemeluk Islam sebagai langkah
politik untuk menghadapi penetrasi Kristen. Alm. Mochtar Lubis, mengatakan,
“Agama Kristen disamakan dengan pemerintah kolonial seperti Belanda. Baik
Katolik maupun Protestan, Gereja di Indonesia dibantu secara finansial oleh
organisasi induk mereka di luar negeri”.
Itulah sebabnya sekira penjajahan Barat tidak datang ke Nusantara, belum
tentu penduduk mayoritas Negara ini adalah Muslim. Para bangsawan yang secara
kultural masih kental dengan Hindu melihat Islam sebagai kekuatan pembebas.
Dengan masuknya mereka ke dalam barisan Islam yang dipelopori oleh para Kyai,
guru agama dan Da’i, kelas bangsawan ini sementara aman posisinya sampai mereka
dan pemimpin agama dikalahkan oleh Barat.
Sama halnya dengan jasa Belanda yang menempatkan Nusantara di bawah satu
payung administrasi kolonial secara paksa, proses ini juga merupakan bentuk
“jasa” secara tak langsung. Walaupun penyatuan administrasi itu guna
mempermudah mereka dalam menguras harta kekayaan tanah jajahan. Jikalau Belanda
tidak datang ke bumi Nusantara dan berhasil menaklukkan Kerajaan-kerajaan di
Nusantara, apakah akan ada Negara Indonesia ini?
Sekalipun Islam telah muncul sebagai “pemenang” dalam pergumulan dengan
agama-agama yang datang sebelumnya, secara kultural, apa yang sudah dicapai
Islam lebih banyak pada dataran formal dan kuantitatif. Pada sisi kualitatif,
sisa-sisa peninggalan lama pada sebagian orang di Nusantara justru masih
dipelihara. Apalagi Islam sebagai agama datang ke sini pada umumnya tidak
melalui kekuatan pedang dan pemaksaan, mengikuti pola pendahulunya Hindu dan
Buddha, melalui “perembesan damai”, sehingga sistem kepercayaan lama sebagian
baru hilang di permukaan. Tetapi pada saat ekspansi kekuasaan, jalan kekerasan
tidak mustahil telah dilakukan. Orang tidak boleh menutup mata jika kekerasan
itu memang terjadi. Di bawah permukaan, format sinkritisme yang berlapis-lapis
justru masih bertahan, terutama berupa animisme dan dinamisme, kepercayaan asli
yang sudah berakar jauh sebelum kedatangan pengaruh India ke Nusantara. Itulah
sebabnya gerakan Islam puritan yang dimulai abad ke-19 di Sumatera Barat
menemui banyak kesulitan kultural dalam menghadapi lapisan nilai-nilai lama
yang telah bertapak kukuh sebelumnya.
Puritanisme agresif
yang tampak pada gerakan Paderi di Sumatera Barat telah semakin ditinggalkan,
diganti dengan pendekatan-pendekatan kultural yang lebih mencerahkan dan
persuasif. Muhammadiyah lahir pada awal dasawarsa kedua abad ke-20 di
Yogyakarta, pusat kebudayaan Jawa, dan kemudian berkembang dengan sangat cepat
di Ranah Minang. Disamping mengusung bendera puritanisme moderat, kegiatan
konkretnya di lapangan pendidikan dan kesehatan telah mengukuhkan dirinya
sebagai gerakan Islam yang berorientasi amal yang terkemuka di bumi.
Setidak-tidaknya, pada tataran jumlah, hampir tidak ada gerakan Islam yang bisa
menandinginya.
Gerakan Islam tradisi dalam NU (Nahdlatul Ulama), lahir tahun 1926, yang
semula ingin membendung pengaruh puritanisme dan lebih mengutamakan tradisi dan
nilai-nilai lama, dalam perkembangan belakangan bahkan semakin dekat dengan
Muhammadiyah, telah membuka diri secara lebar terhadap pemikiran-pemikiran baru
Islam. Belakangan Muhammadiyah dan NU yang mewakili arus besar Islam di
Indonesia telah bahu-membahu dalam mengibarkan panji-panji Islam terbuka,
modern, dan moderat, sebuah modal sosial yang sangat strategis bagi
kelangsungan Indonesia sebagai bangsa yang plural pada masa-masa yang akan
datang. Sudah menjadi semacam aksioma, selama NU dan Muhammmadiyah bergandengan
tangan, bangsa ini tetap merasa aman daari ancaman radikalisme ekstrem. Selain
itu kiprah Muhammadiyah dan NU dalam ranah pendidikan patut diapresiasi, karena
Belanda dalam menyebarkan radius pengaruh mereka melalui Pendidikan dan
pelayanan sosial kesehatan. Namun berkat adanya lembaga pendidikan dan
kesehatan yang dimiliki Muhammadiyah, serta kekuatan kultural yang berasal dari
pesantren NU, pengaruh Belanda setidaknya dapat dicounter.
Sejarah yang baik selalu menuntut kejujuran penulisnya, sesuatu yang tidak
mudah karena manusia itu bersifat nisbi dan sarat dengan kepentingan. Yang
selalu diminta adalah agar orang jangan menulis sejarah tanpa fakta, betapapun fakta
itu dapat merugikan dirinya atau golongan manusia yang dikaguminya.
Pada awalnya,
tokoh-tokoh penyebar Islam di Indonesia adalah para pedagang. Selain membawa
dan menawarkan dagangan, mereka juga memperkenalkan dan menyiarkan Islam kepada
para penduduk.
1. Sumatra
a) Syeikh Ismail, Seorang
ulama Makkah yang tinggal di Pasai. Beliau berhasil mengislamkan Meurah Silu
yang berganti nama Malikus Shalih (raja Samudra Pasai pertama).
b) Syeikh Abdullah Al
Yamani, ulama Makkah, berhasil mengislamkan penguasa Kedah yang berganti nama
Sultan Muzahffar Syah.
c) Said Mahmud Al
Hadramut, berhasil mengislamkan Raja Guru Marsakot dan rakyatnya yang berada di
wilayah Barus (Sumatra Utara)
d) Syeikh Burhanudin
Ulakan, Ulama Minangkabau penganut tarekat Syatariyah
e) Sayyid Usman
Syahabudin, Ulama Riau yang menyiarkan Islam di kerajaan Siak.
2. Jawa
Penyebar Islam di Jawa dikenal dengan sebutan wali songo, yaitu :
a) Maulana Malik Ibrahim
b) Sunan Ampel (Raden
Rahmat)
c) Sunan Giri (Raden Paku)
d) Sunan Kudus (Ja‘far
Shadiq)
e) Sunan Bonang (Makhdum
Ibrahim)
f) Sunan Drajat
(Syarifudin Hasyim)
g) Sunan Gunung Jati (Syarif
Hidayatullah
h) Sunan Kalijaga (Raden
Mas Sahid)
i)
Sunan Muria (Raden Prawoto)
3. Madura
Madura baru terislamkan pada abad ke-15 M. adapun tokokh yang berjasa
adalah
a) sunan Padusan, (Raden
Bendoro Diwiryopodho/Usman Haji) di daerah Sumenep,
b) Buyut Syeikh dan empu
Bageno yang berdakwah di Sampang.
4. Kalimantan : Tuan Tunggang dan Datuk ri Bandang
5. Sulawesi :
a) Maulana Husain
(ternate),
b) Syeikh Mansur (Tidore),
c) Katib Sulung, Datuk ri
Patimang, (Goa),
d) Sayyid Zeun al Alydrus
e) Syarif Ali (Bugis).
6. Nusa Tenggara :
a) Sunan Prapen,
b) Habib Husain bin umar
dan Habib Abdullah Abbas (Lombok),
c) Syarif Abdurrahman Al
Gadri (Sumba),
d) Syeikh Abdurrahman
(Sumbawa dan Timor),
e) Pangeran Suryo Mataram
(Kupang).
E. Islam dalam bingkai
Keindonesiaan dan Kemanusiaan
Antara ketiganya harus berjalan bersama, seiring, saling mengisi untuk
membangun taman sari yang khas Indonesia. Taman yang menampakkan wujud
“kemanusiaan yang adil dan beradab”. Sebagai golongan mayoritas, gerakan yang
bercorak Islam harus menyamakan langkah dengan realitas sosiologis dan
historis, demi keamanan, kedamaian, dan kejayaan agama, tentunya dengan
menempuh cara yang mulia dan beradab.
Perkembangan gerakan radikal, kiri atau kanan, hasilnya adalah: pertama,
sebuah gerakan tidak akan pernah membesar dan energinya akan terkuras untuk hal
yang sia-sia, sekalipun dilakukan atas nama Tuhan. Kedua, gerakan hanya lahir
untuk gagal, bertahan untuk “seumur jagung”, lalu hilang dengan meninggalkan
trauma dan korban sejarah. PKI, DI/TII di Jawa, Sumatera dan Sulawesi menjadi
contohnya.
Daulat Tuanku hampir selalu mengalahkan Daulat rakyat yang merupakan
pengkhianatan dari demokrasi yang sehat. Demokrasi mengamanahkan para pemain
yang jujur, bertanggung jawab, lapang dada, dan memiliki integritas. Demi
tegaknya sebuah sistem politik yang berpihak sepenuhnya pada kepentingan dan
kesejahteraan umum.
Di sisi masyarakat, timbul budaya kekerasan yang dipertontonkan segolongan
orang mengatasnamakan Islam. Hal ini berimbas pada stigma negatif yang diterima
Islam, tidak lagi terlihat sebagai sumber rahmat, namun dipaksa oleh mereka
menjadi sumber malapetaka, sumber kekerasan, akibat tafsiran yang salah dan
ahistoris. Yang dilakukan mereka merupakan tindakan yang gagap terhadap realita
kontemporer, adalah benar bahwa perbuatan yang mungkar harus dilawan, namun
harus didahului oleh perbuatan yang ma’ruf. Seharusnya kita mampu menyediakan
alternatif yang lebih baik jika sistem yang kita nilai sudah rusak. Hal ini
hanya bisa dilakukan oleh yang orang yang memiliki fikiran yang tulus sabar dan
cerdas. Bukan pekerjaan hura-hura dan demonstrasi dengan pekik “Allahu Akbar”,
tetapi harus dilakukan melalui kerja yang serius dan terarah.
Semua gerakan Islam di Indonesia harus selalu mengingat dan memperhitungkan
hati-hati agar tidak terjadi lagi di masa depan benturan yang berbau agama,
etnis dan kultural. Indonesia sebagai negara besar yang belum berusia satu
abad, memiliki pengalaman manis dan pahit yang dilalui, harus pandai mengambil
pelajaran untuk memetik kearifan dari masa lalu. Karena kita telah memilih
demokrasi sebagai sistem politik yang diperjuangkan dan dipertahankan sejak
awal pergerakan nasional, kita harus membelanya dengan total, sekalipun amat
melelahkan. Namun harus diingat, demokrasi di tangan orang yang salah dapat
menjadi sumber malapetaka dan kesengsaraan.
Berbicara mengenai islam, keindonesiaan dan kemanusiaan berarti kita masuk
ke dalam ranah yang luas. Peta masa depan Indonesia yang hendak dibangun dan
diciptakan harus menjamin rasa kenyamanan dan keamanan melalui prinsip keadilan
yang berlaku secara merata, tanpa pandang bulu. Tanggung jawab umat
Islam Indonesia untuk menciptakan negara yang adil dan berwajah ramah karena
jumlah mayoritasnya dan juga karena ajaran Islam memang menghendaki itu. Namun
tanggung jawab itu akan sia-sia jika kualitas umat Islam masih dibawah standar
dan kurang terdidik.
Menurut Maarif, manusia tidak beriman harus dilindungi oleh negara selama
mereka patuh kepada konstitusi dan hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Ketentuan itu juga hendaknya berlaku juga bagi mereka yang beriman.
Al-Qur’an harus dipahami secara holistik, diikuti benang merah ajarannya,
sehingga di depan mata kita terlihat jelas pandangan dunia yang indah, damai
dan asri yang diliputi keadilan yang penuh rahmat untuk semua makhluk. Manakala
umat Islam mampu menampilkan yang seperti itu, menampilkan rona kehidupan yang
hidup dalam nilai-nilai kemanusiaan maka itulah hakikat dakwah yang sejati.
Maka demi upaya membumikan
keindonesiaan dan kemanusiaan kita, piagam jakarta tidak perlu lagi dilihat
dari perspektif legal formal, namun diambil ruhnya berupa tegaknya keadilan
yang merata bagi seluruh penghuni nusantara. Pancasila harus membuka pintu
selebar-lebarnya untuk menerima sumber moral dari agama yang berkembang di
Indonesia dan Islam sebagai agama mayoritas dan ajarannya bersifat holistik,
harus berperan besar. Kelima sila dalam pancasila tidaklah perlu dipersoalkan
dalam Teologi Islam jika dipahami secara arif dan bijak.
Sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa akan menjadi hampa jika keadilan dan
kemakmuran untuk semua tidak menjadi realitas di Tanah Air kita. Pengalaman
masa lampau ketika Islam dibenturkan dengan politik kekuasaan jangan sampai
terulang lagi, sebab akan menghasilkan hal yang sia-sia. Islam yang harus
ditawarkan adalah sebuah Islam yang bersedia bergandengan tangan dengan
nilai-nilai keindonesiaan dan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
Cara beragama yang benar harus terlihat secara konkret dalam perilaku
penganutnya yang jujur, ikhlas, dan lapang dada. Segala perbedaan yang terlihat
dalam sistem teologis masing-masing agama jangan digunakan untuk merenggangkan
kualitas persaudaraan lintas umat, namun harus jadi sumber untuk memperkaya
pengalaman keagamaan bangsa ini.
Tawaran konkret dari karya ini adalah agar semua pihak bersedia saling
menyapa dengan bahasa yang tulus, toleran dan membangun. Indonesia yang
berdaulat, punya harga diri, adil dan makmur, bukan Indonesia yang kumuh, serta
dijadikan bahan permainan kekuatan asing yang mengeksploitasi kekayaan alam
tanpa tetesan yang berarti yang ditinggalkan di negeri ini.
- Al-Irsyad
- Al Washliyah
- Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
- Dewan
Masjid Indonesia
(DMI)
- Forum
Umat Islam
(FUI)
- Front
Pembela Islam
(FPI)
- Forum Dakwah Islam Indonesia (FDII)
- Harakah Sunniyah Untuk Masyarakat Islami (Hasmi)
- Hidayatullah
- Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
- Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)
- Ikatan Da'i Indonesia (Ikadi)
- Lembaga Dakwah Kemuliaan Islam (LDKI)
- Majelis Intelektual dan Ulama Muda
Indonesia
(MIUMI)
- Majelis
Az Zikra
- Majelis Dakwah Islamiyah
- Majelis
Ulama Indonesia
(MUI)
- Majelis Tafsir Al-Quran (MTA)
- Mathla'ul
Anwar
- Muhammadiyah
- Nahdlatul
Ulama (NU)
- Nahdlatul
Wathan (NW)
- Pemuda Muslimin Indonesia
- Persatuan
Islam (Persis)
- Persatuan
Islam Tionghoa Indonesia
(PITI)
- Persatuan
Tarbiyah Islamiyah
(Perti)
- Wahdah
Islamiyah
F.
Islam dan Tradisi di Indonesia
Tradisi-tradisi
islam nusantara sangat banyak sekali macam dan bentuknya, disini pemakalah
membagi menjadi dua bagian yaitu:
1.
Seni dan Budaya Nusantara bernafaskan islam yakni seperti: Musik
Gambus dan Rebana, Sholawat Nabi , Japin Bujang Marindu dan Japin Hadrah,
Santriswaran, Tari Zapin, Tari seudati, Suluk, Gembyung, Seni Arsitektur
Keraton dan Kasultanan, Makam atau Nisan, Bentuk Arsitek bangunan Masjid,
Surau, Langgar khas Indonesia, Wayang, Gamelan Sekaten.
2.
Tradisi Upacara Adat yang Bernafaskan Islam yakni seperti:
Penanggalan hijriyah, Sekaten, Selikuran, Suranan, Muludan, Grebeg , Megengan,
Syawalan, Akekah.
Seni budaya dan
tradisi di nusantara diatas masih dipakai sampai pada saat sekarang ini. Seperti didaerah-daerah pedesaan, namun
semuanya ini sudah mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman.
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada abad ke-13 Masehi islam sudah masuk ke Nusantara yang dibawa oleh para
pedagang muslim, kemudian disebarkan oleh para kyai, dan da’i. Tokoh penyebar
islam yang terkenal di daerah jawa adalah walisongo.
Para walisongo menyebarkan islam dengan cara damai, agar para masyarakat
dapat menerima dengan lapang dada, dan meninggalkan agama yang dulu dianut oleh
mereka.
Islam Keindonesiaan merupakan
islam yang menjamin rasa
kenyamanan dan keamanan melalui prinsip keadilan yang berlaku secara
merata, tanpa pandang bulu. Tanggung jawab umat Islam Indonesia untuk
menciptakan negara yang adil dan berwajah ramah karena jumlah mayoritasnya dan
juga karena ajaran Islam memang menghendaki itu.
B.
Saran
Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan pada makalah ini. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
http://iqbal-amaterasu.blogspot.com/2013/02/sejarah-tradisi-islam-di-nusantara.html
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20111128014517AAi59n3
http://semogabermanfaat8.blogspot.com/2013/11/seni-budaya-dan-tradisi-islam-di_18.html
https://rohissmpn14depok.wordpress.com/kbm-pai/tradisi-islam-di-nusantara/

No comments:
Post a Comment