Tuesday, 24 May 2016

ANALISIS SYAIR BURDAH AL BUSHIRI 2





Analisis Syair Burdah Al Bushiri 2 dengan judul “Peringatan akan Bahaya Hawa Nafsu” dengan metode Semiotik yang mencakup metode pembacaan Heuristik dan metode pembacaan Hermeneutik/Retroaktif.
1.    Bait 1
Sungguh hawa nafsuku tetap bebal tak tersadarkan.
Sebab tak mau tahu peringatan uban dan kerentaan.

Makna Heuristik:
       Menceritakan tentang hawa nafsu penulis yang tetap begitu tinggi meski usia semakin tua dan mendekati kematian.
Makna Hermeneutik:
       Menceritakan bahwa seseorang yang hawa nafsunya masih tetap besar sampai dia tidak menyadari bahwa rambut putih atau uban telah ada pada kepalanya yang menandakan bahwa dia semakin tua dan semakin mendekati kematian. Hal inilah yang menjadi peringatan bahwa seseorang yang sudah memiliki uban pada rambutnya sebagai tanda usia yang semakin tua seharusnya mampu menahan dan mengontrol hawa nafsunya. Namun terkadang seseorang yang semakin bertambah usia dan mendekati kematian tidak bisa mengontrol hawa nafsunya dan tidak peduli akan adanya uban dirambut kepalanya, dia tetap mempertahankan hawa nafsunya yang tinggi.
2.    Bait 2
Tidak pula bersiap dengan amal baik untuk menjamu.
Sang uban yang bertamu di kepalaku tanpa malu-malu.

Makna Heuristik:
       Penulis yang masih bernafsu tinggi meski usianya mulai tua, karena tidak sadar dia pun tidak melakukan perbuatan baik sebagai bekal dia untuk hari tua dan kematiannya.
Makna Hermeneutik:
       Seseorang yang memang telah dikuasai nafsu menjadi tidak melakukan amal kebajikan meski hari tua dan kematian mulai mendatanginya tanpa ragu, dia tidak peduli karena memang hawa nafsunya yang masih besar dan tidak bisa dikendalikan. Padahal amalan kebajikan itu sebagai amalan yang akan menyelamatkan nya di akhirat setelah kematiannya.
3.    Bait 3
Jika kutahu ku tak menghormati uban yang bertamu.
Kan kusembunyikan dengan semir rahasia ketuaanku itu.

Makna Heuristik:
       Penulis yang berandai-andai bisa mencegah hari tua dan kematiannya itu datang padanya. Karena dia tidak menginginkan menjadi seseorang yang tua kemudian mati. Apabila hal itu bisa di cegah, dia akan melakukan apapun.
Makna Hermeneutik:
       Seseorang yang telah dikuasai hawa nafsu tidak menghendaki datangnya hari tua dan kematian. Dia hanya ingin bersenang-senang di dunia. Sehingga apabila datangnya hari tua dan kematian itu bisa dicegah maka seseorang akan melakukan hal apapun agar hari itu tidak datang padanya karena mereka ingin selalu muda dan ingin selalu bersenang-senang dengan hawa nafsunya.
4.    Bait 4
Siapakah yang mengembalikan nafsuku dari kesesatan.
Sebagaimana kuda liar dikendalikan dengan tali kekang.

Makna Heuristik:
       Penyair yang mengalami pergolakan hatinya mengenai bagaimana cara untuk mengendalikan hawa nafsunya.
Makna Hermeneutik:
       Seseorang yang mulai berpikir untuk mengendalikan hawa nafsunya karena mungkin mereka sadar akan usianya yang semakin tua dan semakin dekat dengan kematian harus bisa mengendalikan hawa nafsunya supaya tidak terjerumus kedalam kesesatan yang akan membawa dirinya dalam kehancuran di akhirat nanti. Dia mulai berpikir bagaimana caranya agar dia mampu mengendalikan hawa nafsunya sehingga dia bisa melakukan amalan-amalan kebajikan sebagai persiapannya menuju akhirat.
5.    Bait 5
Jangan kau tundukkan nafsumu dengan maksiat.
Sebab makanan justru perkuat nafsu si rakus pelahap.

Makna Heuristik:
       Nasihat dari penyair untuk semua orang supaya tidak melakukan kemaksiatan karena itu akan semakin memperkuat nafsu jahat pada diri seseorang dan berdampak buruk pada dirinya.
Makna Hermeneutik:
       Hawa nafsu bukan hanya negatif, tapi ada juga yang positif sehingga seseorang harus waspada dalam mengendalikan hawa nafsu mereka jangan sampai dikendalikan dengan hal-hal yang negatif seperti kemaksiatan karena hal itu akan membuat nafsu negatif semakin besar dalam diri sehingga dapat merusak kehidupan seseorang itu sendiri.
6.    Bait 6
Nafsu bagai bayi, bila kau biarkan akan tetap menyusu.
Bila kau sapih ia akan tinggalkan menyusu itu.

Makna Heuristik:
       Penyair yang mengibaratkan nafsu seperti banyi yang menyusu dan akan berhenti menyusu ketika dia beranjak tumbuh namun dengan cara di sapih.
Makna Hermeneutik:
       Nafsu seseorang diibaratkan seperti banyi. Bayi ketika mulai tumbuh dia akan disapih supaya berhenti menyusu namun apabila disapih maka banyi akan tetap menyusu meski sudah tumbuh bukan menjadi bayi lagi. Begitupula nafsu yang tidak dikendalikan akan tetap besar meski usia sudah semakin tua dan mendekati kematian.
7.    Bait 7
Maka kendalikan nafsumu, jangan biarkan ia berkuasa.
Jika kuasa ia akan membunuhmu dan membuatmu cela.

Makna Heuristik:
       Nasihat penyair untuk semua orang untuk mengendalikan nafsu mereka agar kita yang mengusai nafsu kita sendiri bukan nafsu yang menguasai kita karena apabila nafsu yang menguasai kita itu akan menghancurkan hidup kita.
Makna Hermeneutik:
       Seseorang harus mengendalikan nafsu mereka dengan kebaikan agar nafsu tidak berkuasa atas diri mereka melainkan mereka sendiri yang berkuasa mengendalikan nafsu mereka supaya terarah ke hal-hal yang positif sehingga hidup seseorang tidak akan hancur oleh nafsu mereka karena mereka sendiri yang berkuasa mengendalikan nafsu.
8.    Bait 8
Gembalakanlah ia, ia bagai ternak dalam amal budi.
Janganlah kau giring ke ladang yang ia sukai.

Makna Heuristik:
       Penyair mengibaratkan nafsu sebagai binatang ternak yang perlu digembalakan di lading yang baik untuknya dan bukan ke lading yang disukai karena sesuatu yang disukai belum tentu baik.
Makna Hermeneutik:
       Seseorang yang mengendalikan hawa nafsunya sebagaimana pengembala yang mengembalakan binatang ternaknya. Binatang ternak harus di gembalakan ke ladang yang baik seperti nafsu yang digembalakan dalam amal budi kebaikan. Dan bukan ke ladang yang disukai binatang ternak tersebut karena sesuatu yang disukai belum tentu baik baginya, bisa saja disana banyak bahaya yang akan memangsa binatang ternak itu. Seperti nafsu, biasanya sesuatu yang disukai atau nafsu kesenangan itu akan menyesatkan manusia.
9.    Bait 9
Kerap ia goda manusia dengan kelezatan yang mematikan.
Tanpa ia tahu racun justru ada pada makanan.

Makna Heuristik:
       Sesuatu yang disukai itu biasanya tanpa disadari sebenarnya banyak sekali hal-hal yang bisa menghancurkan diri sendiri.
Makna Hermeneutik:
       Nafsu kesenangan yang sangat menggoda manusia memang menyenangkan namun ia mengandung kesenangan yang menyesatkan. Tanpa disadari, nafsu kesenangan tersebut dapat diri mereka sendiri menghancurkan.
10.  Bait 10
Kumohon ampunan Allah karena bicara tanpa berbuat.
Kusamakan itu dengan keturunan bagi orang mandul.

Makna Heuristik:
       Penyair meminta maaf kepada Allah karena dia menasehati orang lain namun dia sendiri merasa belum bisa melakukannya sehingga dia pun mengibaratkan kondisi ini dengan keturunan yang diharapkan oleh seseorang yang mandul.
Makna Hermeneutik:
       Penyair yang meminta ampunan kepada Allah atas perkataannya dalam bait syi’ir sebelumnya yang mengandung makna nasihat untuk mengendalikan hawa nafsu bagi orang lain namun dia sendiri merasa belum mampu mengendalikan hawa nafsunya. Ia pun mengibaratkan kondisinya seperti keturunan bagi orang mandul bahwa orang yang mandul mengharapkan keturunan yang lahir dari dirinya padahal dia itu tidak bisa berbuat apa-apa karena mandul.
11.  Bait 11
Kuperintahkan engkau suatu kebaikan yang tak kulakukan.
Tidak lurus diriku maka tak guna kusuruh kau lurus.

Makna Heuristik:
       Penyair merasa bahwa dia memerintahkan orang lain untuk berbuat suatu kebaikan namun dia sendiri tidak baik.
Makna Hermeneutik:
       Penyair menganggap bahwa dia menyuruh orang lain mengendalikan hawa nafsunya terutama ketika usianya sudah mulai tua namun dia sendiri merasa hawa nafsunya masih besar meski usianya sudah tua. Jadi penyair menganggap bahwa nasihatnya itu tidak berguna karena dia sendiri belum bisa melakukan hal itu.
12.  Bait 12
Aku tak berbekal untuk matiku dengan ibadah sunah.
Tiada aku dan puasa kecuali hanya yang wajib saja.

Makna Heuristik:
       Penyair merasa tidak memiliki persiapan dan bekal untuk kematiannya yang berupa amalan-amalan kebajikan ibadah sunah karena dia hanya melakukan yang wajibnya saja.
Makna Hermeneutik:

       Penyair merendahkan hatinya bahwa dia tidak memiliki bekal untuk akhiratnya dengan beribadah sunah. Dia tidak pernah melakukan ibadah sunah termasuk puasa. Dia hanya menjalankan ibadah puasa wajib. Sehingga dia merasa tidak pantas menasehati dan menyuruh orang lain untuk berbuat kebajikan dengan banyak mengerjakan ibadah sunah sementara dirinya sendiri juga hanya melakukan ibadah wajib saja.

No comments:

Post a Comment