Analisis
Syair Burdah Al Bushiri 2 dengan judul “Peringatan akan Bahaya Hawa Nafsu”
dengan metode Semiotik yang mencakup metode pembacaan Heuristik dan metode
pembacaan Hermeneutik/Retroaktif.
1.
Bait
1
Sungguh hawa
nafsuku tetap bebal tak tersadarkan.
Sebab tak mau
tahu peringatan uban dan kerentaan.
Makna
Heuristik:
Menceritakan tentang hawa nafsu penulis
yang tetap begitu tinggi meski usia semakin tua dan mendekati kematian.
Makna
Hermeneutik:
Menceritakan bahwa seseorang yang hawa
nafsunya masih tetap besar sampai dia tidak menyadari bahwa rambut putih atau
uban telah ada pada kepalanya yang menandakan bahwa dia semakin tua dan semakin
mendekati kematian. Hal inilah yang menjadi peringatan bahwa seseorang yang
sudah memiliki uban pada rambutnya sebagai tanda usia yang semakin tua
seharusnya mampu menahan dan mengontrol hawa nafsunya. Namun terkadang
seseorang yang semakin bertambah usia dan mendekati kematian tidak bisa
mengontrol hawa nafsunya dan tidak peduli akan adanya uban dirambut kepalanya,
dia tetap mempertahankan hawa nafsunya yang tinggi.
2.
Bait
2
Tidak pula
bersiap dengan amal baik untuk menjamu.
Sang uban yang
bertamu di kepalaku tanpa malu-malu.
Makna
Heuristik:
Penulis yang masih bernafsu tinggi meski
usianya mulai tua, karena tidak sadar dia pun tidak melakukan perbuatan baik
sebagai bekal dia untuk hari tua dan kematiannya.
Makna
Hermeneutik:
Seseorang yang memang telah dikuasai
nafsu menjadi tidak melakukan amal kebajikan meski hari tua dan kematian mulai
mendatanginya tanpa ragu, dia tidak peduli karena memang hawa nafsunya yang
masih besar dan tidak bisa dikendalikan. Padahal amalan kebajikan itu sebagai
amalan yang akan menyelamatkan nya di akhirat setelah kematiannya.
3.
Bait
3
Jika kutahu ku
tak menghormati uban yang bertamu.
Kan
kusembunyikan dengan semir rahasia ketuaanku itu.
Makna
Heuristik:
Penulis yang berandai-andai bisa mencegah
hari tua dan kematiannya itu datang padanya. Karena dia tidak menginginkan
menjadi seseorang yang tua kemudian mati. Apabila hal itu bisa di cegah, dia
akan melakukan apapun.
Makna
Hermeneutik:
Seseorang yang telah dikuasai hawa nafsu
tidak menghendaki datangnya hari tua dan kematian. Dia hanya ingin
bersenang-senang di dunia. Sehingga apabila datangnya hari tua dan kematian itu
bisa dicegah maka seseorang akan melakukan hal apapun agar hari itu tidak
datang padanya karena mereka ingin selalu muda dan ingin selalu
bersenang-senang dengan hawa nafsunya.
4.
Bait
4
Siapakah yang
mengembalikan nafsuku dari kesesatan.
Sebagaimana
kuda liar dikendalikan dengan tali kekang.
Makna
Heuristik:
Penyair yang mengalami pergolakan hatinya
mengenai bagaimana cara untuk mengendalikan hawa nafsunya.
Makna
Hermeneutik:
Seseorang yang mulai berpikir untuk
mengendalikan hawa nafsunya karena mungkin mereka sadar akan usianya yang
semakin tua dan semakin dekat dengan kematian harus bisa mengendalikan hawa
nafsunya supaya tidak terjerumus kedalam kesesatan yang akan membawa dirinya
dalam kehancuran di akhirat nanti. Dia mulai berpikir bagaimana caranya agar
dia mampu mengendalikan hawa nafsunya sehingga dia bisa melakukan amalan-amalan
kebajikan sebagai persiapannya menuju akhirat.
5.
Bait
5
Jangan kau
tundukkan nafsumu dengan maksiat.
Sebab makanan
justru perkuat nafsu si rakus pelahap.
Makna
Heuristik:
Nasihat dari penyair untuk semua orang
supaya tidak melakukan kemaksiatan karena itu akan semakin memperkuat nafsu
jahat pada diri seseorang dan berdampak buruk pada dirinya.
Makna
Hermeneutik:
Hawa nafsu bukan hanya negatif, tapi ada
juga yang positif sehingga seseorang harus waspada dalam mengendalikan hawa
nafsu mereka jangan sampai dikendalikan dengan hal-hal yang negatif seperti
kemaksiatan karena hal itu akan membuat nafsu negatif semakin besar dalam diri
sehingga dapat merusak kehidupan seseorang itu sendiri.
6.
Bait
6
Nafsu bagai
bayi, bila kau biarkan akan tetap menyusu.
Bila kau sapih
ia akan tinggalkan menyusu itu.
Makna
Heuristik:
Penyair yang mengibaratkan nafsu seperti
banyi yang menyusu dan akan berhenti menyusu ketika dia beranjak tumbuh namun
dengan cara di sapih.
Makna
Hermeneutik:
Nafsu seseorang diibaratkan seperti
banyi. Bayi ketika mulai tumbuh dia akan disapih supaya berhenti menyusu namun
apabila disapih maka banyi akan tetap menyusu meski sudah tumbuh bukan menjadi
bayi lagi. Begitupula nafsu yang tidak dikendalikan akan tetap besar meski usia
sudah semakin tua dan mendekati kematian.
7.
Bait
7
Maka kendalikan
nafsumu, jangan biarkan ia berkuasa.
Jika kuasa ia
akan membunuhmu dan membuatmu cela.
Makna
Heuristik:
Nasihat penyair untuk semua orang untuk
mengendalikan nafsu mereka agar kita yang mengusai nafsu kita sendiri bukan
nafsu yang menguasai kita karena apabila nafsu yang menguasai kita itu akan
menghancurkan hidup kita.
Makna Hermeneutik:
Seseorang harus mengendalikan nafsu
mereka dengan kebaikan agar nafsu tidak berkuasa atas diri mereka melainkan
mereka sendiri yang berkuasa mengendalikan nafsu mereka supaya terarah ke
hal-hal yang positif sehingga hidup seseorang tidak akan hancur oleh nafsu
mereka karena mereka sendiri yang berkuasa mengendalikan nafsu.
8.
Bait
8
Gembalakanlah
ia, ia bagai ternak dalam amal budi.
Janganlah kau
giring ke ladang yang ia sukai.
Makna
Heuristik:
Penyair mengibaratkan nafsu sebagai
binatang ternak yang perlu digembalakan di lading yang baik untuknya dan bukan
ke lading yang disukai karena sesuatu yang disukai belum tentu baik.
Makna
Hermeneutik:
Seseorang yang mengendalikan hawa
nafsunya sebagaimana pengembala yang mengembalakan binatang ternaknya. Binatang
ternak harus di gembalakan ke ladang yang baik seperti nafsu yang digembalakan
dalam amal budi kebaikan. Dan bukan ke ladang yang disukai binatang ternak
tersebut karena sesuatu yang disukai belum tentu baik baginya, bisa saja disana
banyak bahaya yang akan memangsa binatang ternak itu. Seperti nafsu, biasanya
sesuatu yang disukai atau nafsu kesenangan itu akan menyesatkan manusia.
9.
Bait
9
Kerap ia goda
manusia dengan kelezatan yang mematikan.
Tanpa ia tahu
racun justru ada pada makanan.
Makna Heuristik:
Sesuatu yang disukai itu biasanya tanpa
disadari sebenarnya banyak sekali hal-hal yang bisa menghancurkan diri sendiri.
Makna
Hermeneutik:
Nafsu kesenangan yang sangat menggoda
manusia memang menyenangkan namun ia mengandung kesenangan yang menyesatkan.
Tanpa disadari, nafsu kesenangan tersebut dapat diri mereka sendiri
menghancurkan.
10.
Bait
10
Kumohon ampunan
Allah karena bicara tanpa berbuat.
Kusamakan itu
dengan keturunan bagi orang mandul.
Makna
Heuristik:
Penyair meminta maaf kepada Allah karena
dia menasehati orang lain namun dia sendiri merasa belum bisa melakukannya
sehingga dia pun mengibaratkan kondisi ini dengan keturunan yang diharapkan
oleh seseorang yang mandul.
Makna
Hermeneutik:
Penyair yang meminta ampunan kepada Allah
atas perkataannya dalam bait syi’ir sebelumnya yang mengandung makna nasihat
untuk mengendalikan hawa nafsu bagi orang lain namun dia sendiri merasa belum
mampu mengendalikan hawa nafsunya. Ia pun mengibaratkan kondisinya seperti keturunan
bagi orang mandul bahwa orang yang mandul mengharapkan keturunan yang lahir
dari dirinya padahal dia itu tidak bisa berbuat apa-apa karena mandul.
11.
Bait
11
Kuperintahkan
engkau suatu kebaikan yang tak kulakukan.
Tidak lurus
diriku maka tak guna kusuruh kau lurus.
Makna
Heuristik:
Penyair merasa bahwa dia memerintahkan
orang lain untuk berbuat suatu kebaikan namun dia sendiri tidak baik.
Makna
Hermeneutik:
Penyair menganggap bahwa dia menyuruh
orang lain mengendalikan hawa nafsunya terutama ketika usianya sudah mulai tua
namun dia sendiri merasa hawa nafsunya masih besar meski usianya sudah tua.
Jadi penyair menganggap bahwa nasihatnya itu tidak berguna karena dia sendiri
belum bisa melakukan hal itu.
12.
Bait
12
Aku tak
berbekal untuk matiku dengan ibadah sunah.
Tiada aku dan
puasa kecuali hanya yang wajib saja.
Makna
Heuristik:
Penyair merasa tidak memiliki persiapan
dan bekal untuk kematiannya yang berupa amalan-amalan kebajikan ibadah sunah
karena dia hanya melakukan yang wajibnya saja.
Makna Hermeneutik:
Penyair
merendahkan hatinya bahwa dia tidak memiliki bekal untuk akhiratnya dengan
beribadah sunah. Dia tidak pernah melakukan ibadah sunah termasuk puasa. Dia
hanya menjalankan ibadah puasa wajib. Sehingga dia merasa tidak pantas
menasehati dan menyuruh orang lain untuk berbuat kebajikan dengan banyak
mengerjakan ibadah sunah sementara dirinya sendiri juga hanya melakukan ibadah
wajib saja.

No comments:
Post a Comment